1. PENDAHULUAN
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) mulanya bernama FBSI dan lahir pada 20 Februari 1973 melalui Deklamsi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia. Para pimpinan Serikat Buruh waktu itu sepakat menyatukan potensi Gerakan Buruh di Indonesia sehingga dibentuklah Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI), dan untuk pertama kali dipimpin oleh Ketua Umum Agus Sudono dan Sekretaris Jendral Drs sukarno MPA.
Kelahiran FBSItentu melalui proses panjang, dimana pada waktu itu secara berulang-ulang dari Pimpinan Serikat Buruh melaksanakan seminar, bahkan melakukan peninjauan ke mancanegara, dan mendapat masukan dari organisasi internasional seperti ICFTU dan Serikan Buruh Mancanegara.
Tahun 1968, para Pimpinan Serikat Buruh telahtelah melakukan upaya mempersatukan Gerakan Buruh di Indonesia, dimulai dengan pembentukan Secretariat Kerja Sama (SKS)Serikat Buruh, dan selanjutnya melangkah lebih maju lagi dengan terbentuknya Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI)
Dengan terbentuknya MPBIsebagai Organisasi Gabungan dari Serikat Buruh yang ada di Indonesia saat itu, justru mencerminkan adanya keinginan bersama untuk bersatu. Akhirnya para Pimpinan Serikat Buruh mendeklamasikan terbentuknya FBSI sebagai wadah Pekerja Indonesia. Lahirnya FBSI ternyata disambut baik oleh pemerintah dan organisasi internasional dan dapat ditandai dengan:
a. Pemerintah langsung mengakui keberadaan FBSI sebagai Serikat Buruh di Depnaker
b. Friedrich Ebert Stiftung (FES) Jerman Barat , langsung membuat Program Kerjasama dengan FBSI khususnya dalam kegiatan pelatihan pengurus FBSI disemua tingkat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Internasional Con Federation of Trade Union (ICFTU) dan Asian Amerika Free Labour Institute (AAFLI) juga dibidang pelatihan dan koprasi buruh.
Khusus diSumutpembentukan SPSI baru terlaksana melalui Deklamasipada 6 Juni 1973 setelah terlebih dahulu mendapat informasi dan bahan-bahan Jakarta. Untuk pertama kali FBSI Provinsi Sumut dipimpin oleh Ketua Paiman dan Sekretaris NS Tarigan.
2. SITUASI YANG MELELAHKAN
Terbentuknya FBSI tentu membuat banyak hal yang mengembirakan seperti adanya kerjasama yang baik dengan organisasi internasional, minat kuat dari pekerja untuk bersatu dan membentuk FBSI di tempat-tempat kerja, serta banyak masukan dari FBSI yang mendapat respon pemerintah khususnya menyangkut berbagai ketentuan ketenagakerjaan.
Tumbuhnya kemajuan yang menyenangkan diatas, ternyata juga menerpa situasi baru yang melelahkan sehingga banyak waktu terkuras mengurus perubahan-perubahan yang timbul dalam intern organisasi.
Adapun situasi yang melelahkan itu antara lain:
a. Kongres Nasional II November 1985 menetapkan Perubahan Struktur Organisasi dan bersifat Federal menjadi Unitaris. Dengan perubahan struktur ini secara otomatis membawa dampak besar dalam kehidupan organisasi, terutama terhadap AD/ART, nama organiosasi FBSI menjadi SPSI. Karena organisasi ini bersifat Kesatuan (Unitaris) Pengurus Serikat Buruh Lapangan Kerja (Sector) harus dipangkas dan hanya sebagian kecil yang dapat ditampung dalam kepengurusan Unitaris. Perubahan itu juga menguras tenaga, waktu dan dana yang banyak untuk memasyarakatkannya ketingkat cabang dan basis. Termasuk mensosialisasikan Pengurus DPD Pilihan Kongres II yang baru waktu itu Ketua Umum: Imam Sudarwo dan Sekretaris Jendral Arif Sumaji.
b. Kemudian Munas SPSI ke VI (1995) memutuskan “SPSI yang selama 10 tahun (1985-1995) bersifat Unitaris”; kembali diubah menjadi Federasi. Dengan perubahan itu, AD/ART kembali diubah dan pengurus juga kembali bekerja keras memasyarakatkan perubahn itu mulai dari cabang sampai kebasis (PUK).
c. Demikian juga dengan lahirnya UU No 21 Tahun 2000 kembali terjadi lagi perubahan Struktur SPSI Yaitu penyesuaian dengan UU No 21 tahun 2000 itu, dimana SPSI berubah dari Fedarasi menjadi Konfederasi dan Serikat Pekerfja Sektor serta Serikat-Serikat Pekerja Sub Sektor menjadi Federasi.
Dengan berstatus Konfederasi seb enarnya SPSI terlihat semakin besar dan bobot organisasi lebih kuat. Namun perubahan-perubahan yang terjadi dalam intern organisasi sejak 1985 membuat pengurus juga kembali lelah, baik dibidang yenaga dan dana banyak terkkuras hanya untuk mengurus model rumah tangga. Sehingga tidak luput pula menimbulkan persoalan “Puas Tak Puas” diantara pengurus. Perubahan-perubahan yang terjadi selama ini hanya membawa keuntungan bagi pembuat stempel dan kertas kepala surat saja.
3. PERGOLAKAN INTERN
Selain itu, Organisasi SPSI juga pernah mengalami masa kejayaan seperti di bidang Manajemen Organisasi, kemampuan negoisasi dengan mitra kerja dan biaya-biaya operasional perkantoran di biayai secara swadaya melalui iuran anggota. Munas, Musyda dan Musycab dilaksanakan secara teratur sesuai waktunya, PUK melaksanakan Musynik sekali 3 tahun, program pendidikan swadaya berjalan teratur, dan berkesinambunggan sehingga kader-kader SPSI semakin hari semakin banyak dan semakin tangguh.
Tapi dibalik keberhasilan itu SPSI sudah dua kali mengalami pergolakan intern. Hal ini akibat dari semakin berkembangnya pandangan demokrasi di Indonesia dan mudahnya persyaraan Pembentukan Serikat Kerja. Tahun 1999 ada kader-kader SPSI meleksanakan kongres sehingga melahirkan SPSI Reformasi. Karena kader-kader yang setia kepada SPSI menolak kehadiran SPSI Reformasi maka akhirnya terjadilah Serikat Pekerja tersendiri diluar SPSI.
Kemudian tahun 2007, lagi-lagi ada kader SPSI yang melaksanakan kongres sebelum waktunya. DPP K.SPSI hasil kongres VI dibawah pimpinan Yacob Nuwawea akhirnya memecat mereka yang mencoba melaksanakan kongres tersebut meskipun K.SPSI hasil Kongres VI yang dipimpin Yacob Nuwawea ternyata tetap eksis melaksanakan kongres VII pada 18-20 Februari 2008 di Caringin Bogor, sesuai dengan amanah Rakernas.
Bahkan Yacob Nuwawea kembali terpilih menjadi Ketua Umum DPP K.SPSI periode 2008-2013 dan tetap berkantor Pusat di Jlan Pasar Minggu Km 17 No.9 Jakarta Selatan sewsuai dengan pencatatan K,SPSI pada Kantor Disnaker Jakarta Selatan No. 122/V/P/VIII/2001 tanggal 8 Agustus 2001.
4. DIRGAHAYU 36 TAHUN SPSI
SPSI kini telah berusia 36 tahun, dengan usia 36 tahun ini diharapkan SPSI akan lebuh berkembang setelah melewati masa yang melelahkan dan masa timbulnya gejolak intern yang tidak menguntungkan. Pengalaman menghadapi masa yang melelahkan itu ditambah dua kali berhadapan dengan gejolak intern kiranya menjadi pelajaran berharga bagi semua kader yang masi setia kepada SPSI. Bagi kader-kader mudadiharapkan dapat menghindari diri dari gejolak baru. Bila gejolak baru itu timbul lagi maka tentu tidak akan memperteguh lagi ke barisan SPSI.
Kiranya dengan kader-kader muda saat ini diharapkan dapat meneruskan perjuangan SPSI sebagai serikat pekerja independen dan mandiri agar masa-masa sukses yang menyenangkan pada waktu lalu dapat kembali diraih. Akhir kata “Dirgahayu ke-36 Tahun SPSI”.